GOLPUT ATAU ENGGAK YA?

Tahun 2014 datang menjelang, di tahun itu saya akan kembali memilih pemimpin dan wakil saya di dewan. Saya sadar, lima tahun lalu saya memilih pemimpin yang salah, demikian juga wakil-wakil saya di dewan. Mereka tak seperti yang saya harapkan.

PENGAMAT VS JOKOWI

Sebaik apa pun Jokowi, sang Gubernur Jakarta, tetap saja tak bebas kritikan dan hujatan, terutama dari lawan-lawan politiknya. Kalau dari lawan politiknya sih menurut saya wajar kritikan itu terlontar, selain dia bersikap oposisi terhadap Jokowi, dia juga harus mencari-cari segala kelemahan Jokowi.

TAK ADA MANUSIA YANG JAHAT

Sampai sekarang saya masih sangat yakin, manusia itu sebenarnya tak ada yang jahat. Mereka bisa hidup dengan segala kebaikannya. Hanya saja, setiap manusia memiliki pengalaman yang berbeda selama proses kehidupan mereka berlangsung.

ARIEL, DULU DIHUJAT KINI DIPUJA

Saat kasus video mesum Ariel dengan dua seleb wanita lain merebak di seantero Nusantara ini, Ariel pun menjadi bulan-bulanan media. Tak ada media yang tak mem-blow-up berita Ariel. Semua sumber informasi di seputar kehidupan Ariel disorot tajam setajam silet.

RENTENIR ZAMAN ANDROID

Rentenir dari zaman rikiplik memang gak ada matinya, gimana mau mati wong dari bisnis pinjaman uang itu saja bisa buat si rentenir kaya mendadak, uang yang semula cuma 100 bisa jadi 1000, yang tadi 1000 bisa menjadi 10.000, demikian seterusnya.

Friday, September 27, 2013

BERKAT PAK AMIEN, JOKOWI MAKIN CETTAR


Saat ini, siapa saja yang menyinggung nama Jokowi pasti bakal ikut-ikutan cettar. Apalagi kalau nyinggungnya bernada negatif, pasti namanya langsung meroket (lagi). Tadinya sudah dilupakan eh mulai diingat kembali. Saya saja yang tadinya dah lupa tiba-tiba jadi ingat lagi, kayak orang yang baru sadar dari amnesia gitu. "Oh, dia ya, masih ada ya ternyata", begitu kata hati saya. Tapi, kalau sudah begitu siap-siaplah didemo atau dimaki-maki pendukungnya Pak Jokowi.

Itulah yang dialami Pak Amien Rais sekarang, tokoh reformasi yang satu ini kembali menjadi bahan perbincangan di media gara-gara menyinggung nama Jokowi ketika memberi kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/9/2013) kemarin. Dalam kuliahnya itu, Pak Amien menyamakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dengan mantan Presiden Filipina Joseph Estrada. Kesamaan mereka kata Pak Amien, Jokowi dan Joseph dipilih karena populer.

Kalau disamakan dengan tokoh yang bagusnya kayak Soekarno atau Muhammad Hatta yang membumi dan merakyat sih mungkin tak masalah, pasti Pak Amien kebagian simpati dan pujian dari banyak orang. Entah mimpi apa Pak Amien kemarin malam itu, atau salah makan obat kali ya, dia menyamakan Jokowi dengan Joseph Estrada yang tiap malam katanya suka mabuk. Kata saya, "Ini mah penyetaraan yang tak sebanding, masak Jokowi disamakan dengan pemabuk, yang bener ajah".

Bahkan Pak Amien mengungkapkan, saat dipimpin Jokowi, Solo merupakan salah satu kota termiskin di Jawa Tengah. Jokowi pernah menjadi Wali Kota Solo selama hampir dua periode, sebelum memutuskan bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. "Daerahnya masih banyak yang kumuh, hanya Slamet Riyadi saja yang bagus. Tapi, Jokowi malah dinobatkan sebagai wali kota nomor tiga terbaik di muka bumi, mungkin hanya karena popularitas," ujarnya. Pernyataan "pedas" Amien Rais soal Jokowi bukan kali ini saja. Sebelumnya, ia mempertanyakan nasionalisme Jokowi, demikian yang saya kutip dari Kompas.com (25/9/2013).

Baca berita itu sama saja Pak Amien memukul genderang perangnya dengan Jokowi, terutama dengan pendukung-pendukung dan simpatisannya. Mungkin Jokowi tak ambil pusing dengan pernyataan Pak Amien tersebut, buktinya dia cuma menanggapinya seperti ini, "Saya heran, dulu ada yang bilang saya orang ndeso, sekarang ada yang bilang saya mirip Estrada yang presiden artis. Lah, yang benar yang mana?", ujar Jokowi saat menghadiri hari lahir ke-9 Wahid Institute di Jalan Taman Amir Hamzah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2013) siang (Kompas.com, 26/9/2013).

Tanggapan yang cerdas menurut saya tanpa harus menyudutkan Pak Amien, apalagi sampai marah-marah atau menuding-nuding beliau. Malah, kritikan tajam Pak Amien itu membuat popularitas Jokowi makin meroket. Apapun kata Pak Amien soal Jokowi, orang bakal tak peduli. Menurut saya, alangkah bagusnya kalau kritikan itu dialamatkan kepada pemerintah, mungkin bakal banyak menuai simpati. Rakyat juga tahu, mana pendapat atau kritikan omong kosong dan asal cuap, mana yang tidak. Apapun kata Pak Amien, dukungan rakyat terhadap Jokowi tak pudar, malah (meminjam istilah Syahrini) makin cettar membahana, terpampang badai. Seharusnya Pak Amien menyadari hal itu. Ibarat kata pepatah, kritikan Pak Amien seperti senjata makan tuan, bukannya pujian yang didapat, malah cibiran yang dituai, kasihan.

Tuesday, August 20, 2013

CAPRES-CAPRES PINGGIR JALAN

Biasanya, kalau menjelang pemilu, di jalan-jalan raya pasti selalu dipenuhi spanduk-spanduk hingga baliho para calon wakil rakyat dan calon presiden. Seperti di jalan raya yang biasa saya lalui sepanjang pergi dan pulang kantor dari Depok ke Ciawi. Ada baliho dua capres yang saya temukan. Tapi entah kenapa, baliho-baliho segede Gaban itu tak membuat saya tertarik, membacanya pun saya malas. Tanpa melirik pun saya sudah tahu apa isi baliho itu. Secara estetika tak ada indahnya pula baliho-baliho itu, malah foto close-up mereka merusak mata saya, silau dengan senyum palsu mereka. 

Sederetan gigi putih dari senyum mereka berasa taring yang siap menggigit dan menghisap darah saya hingga kering. Semua yang indah-indah pun jadi ketutupan baliho-baliho tadi. Gedung indah di baliknya pun tak bisa dinikmati. Gunung yang menjulang pun ikut-ikut ketutupan. Yang ada malah membuat saya jengkel, apalagi yang mereka jual kecap semua. 

Calon-calon presiden itu menganggap dirinya yang terbaik, terpuji, dan paling oke di antara yang lainnya. Pokoknya, merekalah kecap nomor 1. Mereka begitu percaya diri bakal dipilih rakyat. Lucunya, wajah kaku pun dipaksa lembut biar kelihatan manis dan klimis. Padahal, amit-amit deh. Sebenarnya, kalau saja mereka yang didamba rakyat, mereka tak perlu buang-buang uang untuk membuat baliho yang tak penting itu. Selain harganya mahal, tak ada efeknya juga bagi masyarakat yang melihatnya. Rekam jejak mereka di masa lalu sudah melekat dalam otak masyarakat, they know the candidates so well.

Dan entah benar atau tidak, dan cuma mengaku-ngaku saja, semuanya meng-klaim dekat dengan rakyat, bekerja untuk rakyat, dan berkorban demi rakyat. Janji pun diumbar dan diobral demi menarik simpati rakyat. Tapi, jangan harap janji itu akan dipenuhi bila mereka sudah sukses jadi orang nomor satu di negeri ini. Jangankan memenuhi janji-janjinya, mendekati rakyat pun ogah. Itulah mereka, saya menyebut mereka capres-capres pinggir jalan karena masih sebatas promo di pinggir jalan hehehe. 

Yang buat saya tertawa miris ketika melihat capres yang track record masa lalunya sudah ketahuan jeleknya. Dia begitu percaya diri menampilkan sisi terbaiknya, yang sudah jelas-jelas palsu semua. Wong ngurusin lumpur saja gak becus gimana mau ngurusin rakyat, impossible itu. Apalagi kalau mereka sudah menunjukkan sisi egaliternya di tengah rakyat yang kelihatan dipaksakan, pasti saya langsung tertawa terbahak-bahak. Bagi saya, sikap egaliter yang wajar itu cuma ditunjukkan oleh Soekarno, Bung Hatta, dan Jenderal Soedirman. 

Saya pun jadi malu sendiri melihat mereka. Sepanjang jalan yang saya lalui pasti menemukan baliho-baliho mereka, yang menurut saya benar-benar tak menarik. Apalagi baca slogan-slogan mereka yang benar-benar impossible. Mereka yakin benar kalau mereka jadi pemimpin bakal membuat Indonesia ini maju dan makmur, tapi mereka tak berani berjanji membuat Indonesia ini bebas korupsi. Apapun yang mereka tampilkan, bukannya membuat saya tertarik malah buat saya ingin mengeluarkan isi perut ini semua. Gak kebayang memang kalau mereka berhasil jadi presiden selanjutnya, Indonesia bakal semakin jauh dari kata 'Makmur'.

Friday, July 26, 2013

HEBOH SKANDAL SEKS DI PENJARA

Ternyata, penjara memang tak buat efek jera bagi para kriminal, itu cuma terjadi di Indonesia, entah di negara lainnya. Tadi saya baru baca berita di vivanews.com tentang skandal seks dan narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Cipinang. Beritanya heboh sampai luar negeri sana, laman online The Australian mengangkat judul, 'Model, drugs and sex scandal at Cipinang rocks Indonesian prison system' di edisi Jumat 26 Juli 2013. Selain The Australian, skandal itu juga diberitakan news.com.au dengan judul "Model Vanny Rossyane claims having drug and sex sessions at Indonesia's Cipinang jail". Media asal Malaysia, Straits Times tak mau kalah juga, dia mengangkat isu ini dengan judul berita, 'Indonesia prison system rocked by drug, sex scandal'. Mereka juga menyebut Indonesia sebagai negara yang terkenal dengan sistem penjaranya korup, memalukan memang!

Berita itu memang bukan isapan jempol, tapi dari hasil pengakuan jujur seorang model majalah dewasa, Vanny Rossyan. Dia mengaku berhubungan seks dan memakai narkoba bersama kekasihnya yang juga gembong narkoba internasional di ruangan khusus di Lapas Cipinang selama 2012. Wuih, ternyata kehidupan lapas memang bisa diatur, mau enak tinggal bayar, yang penting ada duit. Selama duit masih bisa buat hijau mata orang, apapun bisa dilakukan, termasuk membeli idealisme seseorang. Hebatnya lagi, ada ruang khusus di lapas itu yang biasa Vanny pakai bersama sang bandar untuk memakai narkoba dan berhubungan seks. Vanny yang tanpa rasa bersalah juga mengungkapkan bahwa dia biasa mengunjungi kekasihnya di Cipinang, tiga kali seminggu dari jam 11 siang sampai jam 5 sore, dan ML (bercinta). Ada dua ruangan yang mereka gunakan untuk bercinta.

Kementerian Hukum dan HAM pun seperti kebakaran jenggot, entah memang tidak tahu atau pura-pura tak tahu, entahlah, hanya Tuhan-lah yang tahu. Untuk mengembalikan harkat dan martabat kementerian itu, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang, Thurman Hutapea dicopot, Kamis 25 Juli 2013, karena diduga kuat melakukan penyimpangan. Kalau saja Vanny tak punya mulut ember, pasti skandal itu akan terus berlanjut hingga anak cucu. Dan sekali lagi, kementerian hukum lagi-lagi kecolongan atas perilaku oknum-oknumnya. Kelihatan memang di kementerian itu kurang pengawasan. Kalau saja pengawasan benar-benar dilakukan pasti hal-hal yang buat malu itu tak terjadi. 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More