Tuesday, September 15, 2009

Pasca Lebaran

Lebaran telah usai, semua kesibukan saat penantian hari yang fitri itu pun sirna, hiruk pikuk orang-orang yang mudik, keramaian pusat-pusat perbelanjaan pun tak lagi terlihat. Semua kembali seperti biasa, jalanan di Jakarta kembali macet gak ketulungan, pusat-pusat perbelanjaan atau perkulakan adem-ayem (mungkin, kecuali Sabtu-Minggu). Para pramuniaganya berusaha senyum semenarik mungkin biar calon konsumen yang cuma window shopping doang mau belanja, buang-buang duit. Mereka senyum seharian meski risikonya mulut jadi pegel. Berbeda ketika menjelang lebaran, para pramuniaga kelabakan menyambut konsumen yang pengen punya baju baru, sepatu baru, de-el-el. Biar dicemberutin pun para konsumen gak bakalan peduli, yang penting semua pernak-pernik di tubuh mereka jadi baru.

Demikian juga di supermarket atau pusat perkulakan, eforia lebaran nyata kelihatan. Bayangkan saja, di supermarket karfour, orang-orang pada berebutan untuk beli daging rendang, meski harganya hampir dua kali lipat dari biasanya, dan itu bisa habis dalam hitungan detik. Orang-orang seakan tak peduli berapa pun harga daging rendang itu. Bagi mereka, harga tak masalah, no problemo, yang penting bisa menikmati rendang (masakan khas Sumatera Barat) di hari lebaran, rasanya tidak klop tanpa hidangan yang satu ini, apalagi ditambah opor ayam, plus ketupat atawa lontong, wah-wah, makin komplitlah pesta lebaran itu.

Detik-detik menjelang lebaran, jalanan di Jakarta kosong melompong, apalagi ketika lebaran tiba, kita tak bakalan ketemu si macet. Menyusuri jalanan di Jakarta jadi lebih mengasyikkan, biasanya menyusuri sepanjang Jalan Sudirman yang macet (dari Blok M-ke Bunderan HI) bisa makan waktu satu jam. Namun, berkat orang-orang yang mudik, menyusuri jalan itu bisa cuma 15 menit. Jakarta lengang sekali ditinggal orang-orang yang mudik. Hari ini, senin, tanggal 28 September 2009, Jakarta kembali ramai, macet datang kembali, dan ini yang tak diharapkan, kenapa sih orang-orang yang mudik datang kembali, kenapa mereka gak membangun kampungnya sendiri biar kayak Jakarta, aneh memang orang kita.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More