Daus dan Kifli dua kakak beradik, mereka punya banyak saudara, mereka semuanya berjumlah 11 bersaudara dalam keluarga itu. Si Kifli sebenarnya punya saudara kembar, namun usianya tak panjang. Daus dan Kifli diperlakukan sama seperti yang lainnya. Sebagai keturunan keluarga Betawi yang berkecukupan, mereka mendapat jatah rumah kontrakan dan rumah tinggal dari sang Baba (ayah). Begitu pula dengan saudara-saudaranya yang lain.
Daus dan Kifli juga mengenyam pendidikan sampai tingkat sarjana. Kedua orang tua mereka berharap banyak pada mereka dan saudara-saudaranya yang lain. Untuk itu segala kebutuhan mereka dicukupkan agar tak berkekurangan. Baba seorang pekerja yang ulet, dia punya usaha peternakan sapi perah yang maju, kala itu uang begitu berlimpah dari hasil usaha tersebut.
Baba dibantu sang Nyanyak untuk menopang usaha sapi perah mereka, agar terus maju dan maju. Pengasuhan dan pengurusan anak-anak mereka diserahkan pada para pembantu, jongos, atau pramuwisma yang mereka gaji tiap bulan. Bukan apa-apa, Baba dan Nyanyak terlalu sibuk dengan usaha sapi perah mereka, sehingga perhatian pada anak-anak tak bisa terbagi. Meski demikian mereka tetap memantau perkembangan dan kebutuhan anak-anaknya.
Kedua orang tua itu sangat berharap usaha mereka akan diteruskan oleh anak-anak mereka kelak. Oleh karena itu, anak-anak mereka disekolahkan setinggi mungkin agar usaha ternak sapi perah itu berada di tangan yang lebih profesional.
Baba dan Nyanyak juga tak melupakan pendidikan rohani buat anak-anak mereka, termasuk buat Daus dan Kifli. Jadi tak heran, kalau anak-anak mereka pintar mengaji, mereka semua khatam Al-Quran. Bahkan saudara laki-laki tertua Daus dan Kifli menjadi seorang ustadz, tokoh agama yang cukup disegani.
Namun sayang, harapan Baba dan Nyanyak cuma tinggal harapan. Doa dan usaha dua orang tua itu tak menjadi kenyataan. Daus dan Kifli, serta saudara-saudaranya yang lain tak mewariskan sifat wirausaha Baba dan Nyanyak. Usaha sapi perah mereka gulung tikar ketika Baba jatuh sakit. Kanker tulang menggerogoti kakinya. Uang yang ada terpakai buat biaya perobatan yang tak sedikit.
Daus dan Kifli serta saudara-saudaranya yang lain tak siap menerima tongkat estafet dari usaha sapi perah tersebut. Ketika berjaya, Daus dan Kifli lebih banyak berfoya bersama teman-teman dan pacar mereka. Segala modal usaha yang pernah diberikan pada mereka habis begitu saja. Usaha yang coba mereka rintis tak pernah berhasil, padahal Baba cukup mendorong usaha yang mereka jalankan, mulai dari bisnis angkot sampai toko material. Sedang saudara-saudara yang lain juga demikian, tapi mereka tak mewarisi sikap buruk Daus dan Kifli.
Sekarang, sepeninggal Baba, Daus dan Kifli tinggal seatap dengan Nyanyak, rumah tinggal dan kontrakan yang mereka miliki habis terjual. Daus menjadi pengangguran sedang Kifli jadi supir angkot, dan menjalankan angkot yang pernah ia miliki. Istri-istri mereka tak siap menanggung beban, akhirnya minta cerai meninggalkan suami-suami yang sudah terpuruk, namun anak-anak mereka tetap menjadi tanggungan Daus dan Kifli, meski nyatanya Nyanyak yang terbebani.
0 comments:
Post a Comment