Namanya Ilham Ali Nasution, aku berteman dengannya ketika kelas 6 SD dan kelas 5 ibtidaiyah. Saat itu Ilham adalah teman akrabku, kemana Ilham pergi pasti ada aku, seperti abang-adik jadinya. Ilham suka sekali sama sepak bola, dan aku akui dia paling mahir bermain olahraga itu. Sebaliknya, I hate so much about the football, aku cuma berpikir "cuma orang bego yang mau ngejar-ngejar bola". Ilham sangat mengerti tentang kebencian dan ketidaksukaan aku dengan sepak bola. Setiap akan bermain sepak bola, Ilham selalu mengajakku untuk melihat, dan aku gak pernah mau. Setiap aku menolak, Ilham pasti memberi pertimbangan padaku: "Nanti Abdi gak ada temannya kalo gak ikut", dan selalu kujawab: "Gak apa-apa, kau pergi aja main bola, aku bisa bermain sama yang lain". Tanpa berkata apa-apa lagi Ilham terus berlalu sambil sesekali menoleh padaku hingga lenyap dari pandangan.
Ilham memang sahabatku yang paling baik, cuma sama dia aku bisa akrab, tapi sama yang lain susah. Apalagi aku orangnya susah berteman dan kurang suka berteman, kata orang-orang sih aku KUPER (KUrang PERgaulan), kemana-mana selalu sendiri, untungnya aku gak kena Autis. Mungkin kalau gak kenal sama Ilham, aku sudah Autis sampai tingkat yang paling parah (maybe).
Suatu hari, tanpa sebab dan akibat, tiba-tiba pertemananku dengan Ilham hancur berantakan, siapa yang memulai aku juga tidak tahu. Namun yang pasti, perhatian Ilham padaku mulai kendur. Dia mulai asyik dengan kegemarannya dan teman-teman satu clubnya, sepertinya aku mulai terlupakan. Aku pun mulai menjauhinya bahkan membencinya, Ilham sepertinya juga merasakan hal itu. Dan akhirnya, aku tidak berteman lagi dengannya, istilah orang Medan: "eskete" atau "ketak". Sebenarnya, mengingat hal itu sungguh menyesal. Sejak itu, aku mendengar kabar tentang dia cuma dari teman-temanku yang lain.
Hari ini (kalau tidak salah) sekitar 25 tahun yang lalu, Ilham meninggalkanku, semua orang-orang yang dicintainya, dan dunia ini. Ilham berpulang karena sakit yang dia derita sejak perpisahan kami. Waktu itu, aku terima kabar kepergian dia dari seorang temanku. Semua terlambat, Ilham pergi sambil memanggil-manggil namaku saat sakratul maut menjemput dia. Demikian cerita Kakak Ilham pada Kakakku.
Ilham temanku, aku minta maaf untuk semuanya. Waktu itu kita masih kecil dan masih berpikiran naif.
Ilham memang sahabatku yang paling baik, cuma sama dia aku bisa akrab, tapi sama yang lain susah. Apalagi aku orangnya susah berteman dan kurang suka berteman, kata orang-orang sih aku KUPER (KUrang PERgaulan), kemana-mana selalu sendiri, untungnya aku gak kena Autis. Mungkin kalau gak kenal sama Ilham, aku sudah Autis sampai tingkat yang paling parah (maybe).
Suatu hari, tanpa sebab dan akibat, tiba-tiba pertemananku dengan Ilham hancur berantakan, siapa yang memulai aku juga tidak tahu. Namun yang pasti, perhatian Ilham padaku mulai kendur. Dia mulai asyik dengan kegemarannya dan teman-teman satu clubnya, sepertinya aku mulai terlupakan. Aku pun mulai menjauhinya bahkan membencinya, Ilham sepertinya juga merasakan hal itu. Dan akhirnya, aku tidak berteman lagi dengannya, istilah orang Medan: "eskete" atau "ketak". Sebenarnya, mengingat hal itu sungguh menyesal. Sejak itu, aku mendengar kabar tentang dia cuma dari teman-temanku yang lain.
Hari ini (kalau tidak salah) sekitar 25 tahun yang lalu, Ilham meninggalkanku, semua orang-orang yang dicintainya, dan dunia ini. Ilham berpulang karena sakit yang dia derita sejak perpisahan kami. Waktu itu, aku terima kabar kepergian dia dari seorang temanku. Semua terlambat, Ilham pergi sambil memanggil-manggil namaku saat sakratul maut menjemput dia. Demikian cerita Kakak Ilham pada Kakakku.
Ilham temanku, aku minta maaf untuk semuanya. Waktu itu kita masih kecil dan masih berpikiran naif.
0 comments:
Post a Comment