Ada kejadian menarik dalam Pansus Century semalam di Gedung Paripurna DPR. Sebenarnya sih bukan kejadian menarik tapi kejadian memalukan yang seharusnya tak terjadi di kalangan para wakil rakyat yang terhormat tersebut. Di tengah-tengah sidang paripurna itu, banyak tingkah laku para wakil rakyat yang tak mencerminkan seorang tokoh masyarakat yang patut dipanuti.
Dalam gedung terhormat tersebut tak ubahnya seperti pasar, teriakan "huuuuuu ...!" selalu bergema dalam gedung tersebut, bahkan ada yang berbincang-bincang seperti tak mengindahkan ketua sidang, ada yang bertelepon lewat telepon genggam dengan santainya sambil ketawa-ketiwi (serasa di kamar sendiri kali), bahkan (maaf) ada yang mengupil sembari memegangi mikrofon. Kesannya seperti mereka sedang memutuskan suatu hal yang sangat sepele.
Dalam hati cuma bisa membatin, "Bagaimana Indonesia mau maju kalau diurus sama orang-orang semacam ini". Aku sendiri nggak tahu, apa sih yang ada dalam alam pikiran mereka. Semua tindakan mereka ditonton oleh jutaan rakyat Indonesia, sadar atau tidak semua orang bisa menilai perilaku kampungan tersebut (orang kampung aja nggak gitu-gitu amat).
Mereka selalu berlindung atas nama demokrasi. "Itulah demokrasi", kata mereka. Demokrasi yang mana? Demokrasi kampungan iya. Setahuku demokrasi itu tak diartikan sebagai suatu paham yang membiarkan orang itu bisa bertindak seenaknya. Apa susahnya sih berlaku santun, sopan, dan bermartabat. Meski sidang paripurna hari kedua ini masih dianggap lebih santun daripada hari pertama, tapi tetap saja nilainya 5, dan merah semerah-merahnya, malu kaaan ....! Padahal tak semua wakil rakyat seperti itu. Bak kata pepatah, "Gara-gara ulah sebagian mereka, rusaklah susu sebelanga". (My office, 04032010)
Dalam gedung terhormat tersebut tak ubahnya seperti pasar, teriakan "huuuuuu ...!" selalu bergema dalam gedung tersebut, bahkan ada yang berbincang-bincang seperti tak mengindahkan ketua sidang, ada yang bertelepon lewat telepon genggam dengan santainya sambil ketawa-ketiwi (serasa di kamar sendiri kali), bahkan (maaf) ada yang mengupil sembari memegangi mikrofon. Kesannya seperti mereka sedang memutuskan suatu hal yang sangat sepele.
Dalam hati cuma bisa membatin, "Bagaimana Indonesia mau maju kalau diurus sama orang-orang semacam ini". Aku sendiri nggak tahu, apa sih yang ada dalam alam pikiran mereka. Semua tindakan mereka ditonton oleh jutaan rakyat Indonesia, sadar atau tidak semua orang bisa menilai perilaku kampungan tersebut (orang kampung aja nggak gitu-gitu amat).
Mereka selalu berlindung atas nama demokrasi. "Itulah demokrasi", kata mereka. Demokrasi yang mana? Demokrasi kampungan iya. Setahuku demokrasi itu tak diartikan sebagai suatu paham yang membiarkan orang itu bisa bertindak seenaknya. Apa susahnya sih berlaku santun, sopan, dan bermartabat. Meski sidang paripurna hari kedua ini masih dianggap lebih santun daripada hari pertama, tapi tetap saja nilainya 5, dan merah semerah-merahnya, malu kaaan ....! Padahal tak semua wakil rakyat seperti itu. Bak kata pepatah, "Gara-gara ulah sebagian mereka, rusaklah susu sebelanga". (My office, 04032010)
0 comments:
Post a Comment