Pernyataan di atas memang benar adanya, perempuan masih dianggap kaum lemah bagi kalangan pria umumnya, meski feminisme merajalela, tetap saja perempuan dijajah laki-laki. Pemahaman dijajah ini bisa bermakna macam-macam, tergantung dari sudut mana dipahaminya. Jajah dalam KBBI bisa diartikan menguasai dan memerintah. Dalam arti ini, perempuan memang dikuasai laki-laki, bahkan diperintah laki-laki. Lihatlah jumlah anggota DPR-MPR sekarang, meski kuota perempuan di lembaga itu ditambah, tetap saja jumlah laki-laki lebih banyak. Walau perempuan menjadi pemimpin suatu bangsa atau negeri, tetap saja dia dikelilingi kaum laki-laki, yang dapat memengaruhi keputusan dan kebijakannya.
Hal ini berarti apa? Kaum laki-laki masih belum rela dikuasai oleh perempuan, meski di antara mereka banyak yang mendukung feminisme. Kaum laki-laki tetap beranggapan kalau perempuan lebih ideal berada di rumah, mengurus anak, rumah, masak di dapur, dan melayani suami dengan baik.
Yakinlah, jika kaum laki-laki ditanya hati nuraninya, 99,99% pasti mendukung dan menginginkan peran ideal perempuan semacam itu. Kalau disurvey, kasus keretakan rumah tangga, konflik di rumah tangga, hingga kekerasan di rumah tangga, lebih banyak terjadi pada pasangan suami-istri yang istrinya turut membanting tulang di luar rumah. Pandangan ini pasti menimbulkan polemik, karena dianggap terlalu tradisional dan konservatif. Namun kenyataanlah yang telah membuktikannya. Sayangnya, pada masa ini, perempuan tak bisa dikekang oleh kaum laki-laki, karena tuntutan ekonomi dan kebutuhan, banyak perempuan yang dilepas oleh suami untuk bekerja di luar, meski hati kecil mereka tak rela. Di luar sana, tetap saja sang istri berhadapan dengan "monster" yang bernama "laki-laki", dia tetap dikuasai kaum laki-laki, atasan mereka laki-laki, jika perempuan, tetap saja di rumah sebagai pendamping laki-laki yang bernama "suami". Begitulah nasib perempuan!
0 comments:
Post a Comment