Dalam sebuah berita infotainment, ada seorang artis muda, cantik, melahirkan anaknya tanpa ayah sekeluar ia dari penjara. Berhari-hari infotainment itu memberitakan kabar si artis tersebut. Seperti sinetron seri, berita itu terus sambung-menyambung menjadi satu seperti kepulauan Indonesia. Sang Ibu artis itupun dengan bangga menyatakan tentang kemandirian anaknya dalam mengurus si jabang bayi, tanpa sang ayah pula (maksudnya jadi orang tua tunggal gitulah).
Meski pada akhirnya ayah sang jabang bayi nongol juga, ini juga berkat dikorek-korek oleh infotainment tadi, dan terus diburu siapa ayah sang jabang bayi itu. Dan tanpa malu-malu ayah si jabang bayi (yang ternyata artis juga) pun dengan tegas bersedia bertanggung jawab, ikut mengurus si jabang bayi, walau untuk ke jenjang pernikahan masih belum pasti. Mereka juga mengaku, kehadiran sang jabang bayi sebagai akibat dari keteledoran mereka, yang tidak bisa menguasai nafsu ketika mabuk-mabukan, nah lhoo.
Dulu sekali, sekitar lebih dari 20 tahun yang lalu, ketika masih di Medan, ada anak tetangga yang masih duduk di bangku SMA, hamil di luar nikah, sang Ibu teriak histeris membayangkan betapa malunya ia bila kejadian itu diketahui tetangga, aib besar bagi keluarga mereka. Padahal secara tak sengaja sambil tiduran, aku sudah mendengar perdebatan mereka kala itu, berkat jarak kamarku dengan kamar tetanggaku itu tak begitu jauh, si anak cuma bisa menangis tersedu-sedu menyesali perbuatannya.
Kini, masalah hamil di luar nikah sudah menjadi hal biasa, meski bagi sebagian orang masih menganggapnya sebagai aib besar. Apakah ini yang disebut zaman edan, mungkin juga. Orang-orang yang hidup di kota besar tak lagi mempermasalahkan aib semacam itu, bahkan tanpa malu-malu mereka bangga mengungkapnya di depan publik. Hamil, melahirkan tanpa ayah si bayi, aborsi berkali-kali tak lagi menjadi aib. Hidup sudah serasa di negara barat yang lebih permisif.
Kehilangan keperawanan sebelum menikah pun tak lagi dianggap masalah, sudah biasa itu. Dan itu merupakan hak asasi kaum wanita untuk mempertahankan keperawanannya atau tidak. Ungkapan seperti "Keperawananku kelak akan kupersembahkan untuk suamiku tercinta" tak lagi menjadi ungkapan sakti, malah terdengar kuno, kunooo sekali, alias jadul. Wong laki-lakinya juga enggak pada perjaka, masa harus menuntut perempuan tetap perawan, that's not fair, kata mereka. Kalau zaman ini ngomongin aib, mereka akan jawab, "Aib? Sudah lupa tuh!
0 comments:
Post a Comment