Jenuh, satu kata yang paling tidak aku senangi. Bukan aku saja yang berkata demikian, semua orang pasti sepakat. Jenuh akan muncul ketika rutinitas sehari-hari tak pernah berubah. Ritme yang dilakukan dan didengar tak pernah berubah, itu-itu saja, lo lagi lo lagi, and so on and so on.
Akhir-akhir ini, jenuh itu tak bosan-bosannya menggempurku, tiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, hingga tahun. Rutinitas yang kuhadapi cuma itu-itu saja, rumah, kantor, rumah lagi, kantor lagi. Kata temanku, "Kamu perlu cari variasi, suasana baru", tapi dia tak menjelaskan bentuknya apa, bingungkan. Malah ada yang menyarankan "Kalau lagi jenuh, cobalah jangan terlalu konsen dengan pekerjaan (tapi gak berlaku buat dokter, pemadam, dan polisi ya)". Saran yang aneh menurutku, gimana mau jangan terlalu konsen dengan pekerjaan kalau bidang pekerjaanku sendiri membutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi. Kataku, "Saran yang baik, tapi sulit untuk diikuti".
Akhirnya, karena tak menemukan jawaban dari orang-orang sekitar, aku coba searching di Google, gotcha! Dalam satu artikel mengatakan, "Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari kejenuhan di tempat kerja. Temukan hal yang baru terus menerus, bisa mulai dengan mengubah tampilan meja kerja, mengganti penampilan dan gaya busana, atau meminta tugas dan tanggung jawab baru pada atasan. Bertemulah dengan orang-orang baru serta banyaklah berinteraksi dengan mereka."
Beberapa saat aku memikirkan saran di artikel itu, poin demi poin. Saran untuk mengubah tampilan meja kerja langsung kumentahkan. Mengubah tampilan meja kerja untuk menghilangkan kejenuhan tak memberikan efek berarti bagiku, capekkan kalau harus geser-geser meja terus setiap hari, intinya bukan itu penyebab jenuhku. Begitu pula untuk mengganti penampilan dan gaya busana, jauh panggang dari api. Mengganti penampilan dan gaya busana membutuhkan budget yang tak sedikit, apalagi di zaman resesi "domestik" saat ini, mendingan bayar hutang kartu kredit atau bayar susunya si kecil daripada membuang-buang uang untuk itu.
Saran berikutnya lebih parah lagi, meminta tugas dan tanggung jawab baru pada atasan. Ini saran yang sulit untuk diikuti, bukan apa-apa, tugas dan tanggung jawabku sekarang saja sudah penuh tantangan (menurutku lho), untuk apa lagi cari tugas dan tantangan lain kalau yang sekarang saja sudah penuh tantangan.
Dari ketiga saran tersebut, saran terakhir yang cukup menarik, bertemu dengan orang-orang baru serta banyak berinteraksi dengan mereka. Keningku berkerut sejenak memikirkan saran terakhir ini. Orang-orang di sekitarku sudah cukup menarik, mereka cukup unik satu sama lain, dan mereka cukup terbuka menerima kekurangan orang lain. Dan hidup mereka enggak ngoyo-ngoyo banget, semua mereka jalankan apa adanya. Kalau harus mencari orang-orang baru lagi, aku harus mulai dari awal lagi buat mengenal mereka, apalagi di zaman matre sekarang ini, sangat susah cari teman yang tulus.
He he he, pasti Anda menilaiku picik dan terlalu naif. Dalam hati pasti ngedumel, "Mau lo apa jadinya, itukan cuma saran". Yup benar, itu cuma saran, yang nggak wajib aku ikuti, dan bisa kubantah dengan berbagai alasan, meski (mungkin) banyak tak mau menerimanya. Menurutku, orang yang memberi saran seperti itu adalah orang yang hidup untuk pekerjaan, dan memandang hidup itu sama dengan bekerja, padahal esensinya bukan itu, lantas apa? Untuk menjawabnya, aku searching lagi di Google untuk mencari jawabnya. Untungnya dapat, paling nggak saran itu bisa kuterima akal.
Artikel menarik yang kutemukan itu berjudul "Memanfaatkan Rasa Jenuh", judul yang cukup menarik menurutku. Menurut artikel itu, untuk membunuh rasa jenuh (meski nggak bisa dibunuh) dalam pekerjaan dan hidup, hal pertama yang harus dilakukan adalah memandang bekerja sebagai bagian dari hidup, yang kemudian diikuti oleh sebuah pertanyaan “Apakah tujuan hidup kita?”, atau “Apakah yang benar-benar kita inginkan dalam hidup kita?” Bila berhasil menjawab pertanyaan tersebut, maka bekerja tidak menjadi sebuah rutinitas, melainkan sebuah bagian dari rencana besar pada skenario kisah kehidupan yang kita ciptakan.
Meski artikel itu cukup singkat, namun mampu membuatku tersadar, seperti bangun dari tidur yang selama ini dihantui mimpi buruk. Kata artikel itu lagi, "Untuk menjawab pertanyaan 'apakah tujuan hidup kita?' membutuhkan perenungan, kejelian dalam melihat peluang dan kreativitas dalam mengelola situasi. Peta kehidupan seseorang tidak pernah terbentang lebar namun terbuka perlahan seiring dengan bergulirnya waktu dan pengalaman hidup. Jadi, artinya apa? Meluangkan waktu sejenak dan memanfaatkan potensi-potensi diri untuk lebih menghayati makna hidup merupakan langkah bijak bagi mereka yang ingin hidupnya menjadi lebih berharga bagi dirinya dan orang-orang yang ia cintai".
Kejenuhan memang tak bisa dijauhi apalagi dibunuh, karena setiap hari kita selalu dihadapkan pada rutinitas. Sekarang, bagaimana cara kita memanfaatkan kejenuhan itu agar tidak membunuh kita? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
0 comments:
Post a Comment