Parnografi berasal dari kata parno dan grafi, parno itu berasal dari kata paranoid, yang dijadikan bahasa gaul oleh anak-anak sekarang, yang artinya ketakutan yang tak beralasan, berlebihan, atau bisa juga untuk menyebut trauma terhadap sesuatu. Jadi, kalau ada anak gaul yang mengatakan "Parno gue ke tempat itu" atau "Jadi parno gue kalo pacaran", bisa berarti ia trauma ke tempat itu atau ia takut pacaran. Kalau grafi sendiri bisa berarti ilmu atau gambar, jadi kalau fotografi berarti ilmu tentang foto, atau pornografi berarti gambar porno, simpel ya pengertiannya. Kalau diartikan menurut kamus atau diartikan secara ilmiah malah nanti jadi pada enggak ngerti. Tapi kalau ada yang ingin mendalami kedua istilah itu, bisa mendalaminya lewat kamus maupun tulisan-tulisan ilmiah tentang kebahasaan lainnya atau hal-hal yang berkaitan tentang kajian kedua istilah tersebut.
Tadi, pas nonton berita di TV, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) melarang tayangan berita yang mengekspos adegan porno mirip Ariel-Luna atau Ariel-Tari. Apa benar berita di TV telah mengekspose potongan adegan mirip Ariel-Luna atau Ariel-Tari tadi, aku pikir tidak. Selama mengikuti perkembangan berita heboh tersebut, televisi cuma menampilkan wajah-wajah mereka di film itu, tidak secara eksplisit. Memang jadi buat semua orang penasaran, dan memicu rasa ingin tahu mereka memuncak, terutama di kalangan remaja atau bawah umur. Media televisi tidak bertanggung jawab sendiri dalam hal ini. Sebagai media visual, mereka berhak menampilkan potongan-potongan adegan yang dianggap porno itu untuk memperkuat penyampaian berita mereka. Bagimana dengan media online, yang secara dramatis terus mengembangkan berita itu dalam hitungan detik, dan itu bisa diperoleh lewat genggaman kita, dan itu terus menyebar lewat teknologi yang bernama handphone (HP) itu.
Kalau memang mau mencegah penyebaran film mirip Ariel-Luna-Tari itu atau hal-hal berbau porno lainnya di kalangan remaja, gampang, tinggal buat peraturan atau kebijakan tentang penggunaan handphone di kalangan usia muda atau di bawah umur tadi. Misalnya, buat saja kebijakan atau peraturan tertulis bahwa kalangan remaja atau yang masih di bawah umur dilarang menggunakan HP berteknologi online seperti GPRS, Wifi, Bluetooth, 3G/GS, HSDPA, dan sebagainya, kalau ditemukan HP berjenis ini di tangan mereka, akan dikenai sanksi pada yang bersangkutan dan orang dewasa yang memberikan fasilitas tersebut.
Gara-gara kasus ini, kita semua kok jadi parno ya terhadap pornografi. Padahal sebelum kasus Ariel Peterporn ini mencuat, yang namanya pornografi atau film porno itu sudah berseliweran di dunia maya, di mana saja, dan itu bisa diunduh bebas. Membebaskan pornografi memang langkah konyol, tapi membatasi akses dapat dijadikan pertimbangan, bukan berarti melarang pemberitaan tentang itu. Prinsipnya, makin dilarang, makin buat orang penasaran. Kalau orang sudah penasaran, dia akan terus memburu sampai kemanapun.
0 comments:
Post a Comment