Monday, October 19, 2009

RUJUK NASIONAL DI PERHELATAN GUS DUR

Ada suatu peristiwa yang begitu mengesankan, terjadi di negeri ini, ketika Gus Dur punya gawe. Anak keduanya, Yenny, melepas masa jomblonya. Presiden SBY dan Wapres JK pun didapuk jadi saksi. "Saya sudah menyatakan kesediaan untuk hadir sebagai saksi perkawinan Mbak Yenny," tutur SBY saat berada di atas pesawat kepresidenan Garuda A 330-300 dalam perjalanan kenegaraan menuju Pittsburgh, Amerika Serikat, Rabu (23/9/2009) (detiknews.com).

Zanuba Arifah Chasoh atau Yenny Wahid yang dipersunting oleh Dhohir Farisi (Faris), putra ke empat pasangan H Ma'ruf Al Hasyin dengan Hj Ma'rufah, salah seorang tokoh Nahdlatul Ulama (NU) asal Probolinggo, Jawa Timur. Pernikahan pun berlangsung hikmad di dalam Mesjid Al-Munnawwarah, Ciganjur, Kamis (15/10/2009) kemarin.

Namun, bukan itu yang menarik, karena pernikahan anak pejabat atau mantan pejabat merupakan hal lumrah yang terjadi di negeri ini. Tapi hal menarik dan cukup membuat hatiku bergetar adalah tatkala melihat tamu-tamu yang hadir pada saat acara resepsi pernikahan tersebut (18/10/2009). Semua tamu tampak hadir, mulai dari rakyat biasa (yang tidak pernah punya jabatan di negeri ini), artis, pelawak/komedian (seperti Nunung), mantan pejabat Orde Baru, Orde Reformasi, mantan Presiden maupun Wakil Presiden (seperti Megawati dan Habibie), anak-anak Pak Harto, anggota wakil rakyat dan mantan-mantannya, para pembisik, pencari muka, hingga pejabat-pejabat negara yang masih aktif.

Kalau bisa disebut, perhelatan Gus Dur merupakan acara rujuk nasional. Semua orang tersenyum, seperti tak pernah bermusuhan antara satu dengan yang lain. Senang melihat mereka berbaur seperti itu. Meski cuma hadir lewat berita televisi, aku hanya bisa berandai, seandainya pada acara 17-an seperti itu, betapa bangganya kita. Semua hadir dan saling menyapa, tanpa saling bermusuhan dan tanpa merasa dimusuhi, apalagi dikhianati. Menurutku (bukan cari muka ya) acara perhelatan Gus Dur bisa dianalogikan sebagai acara rujuk nasional yang paling transparan tanpa pura-pura, apalagi dipaksakan.




0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More