Wednesday, June 23, 2010

KARYA LO APA?

"Karya lo apa?", demikian pertanyaan Pandji pada Iweth. Iweth menjawab, "Gw sering tampil di TV, mengisi beberapa acara....", Pandji bertanya lagi, "Berguna nggak bagi orang lain?", Iweth terdiam sejenak dan menjawab, "Ntar deh gw pikirin, gw pulang dulu!".

Pandji seorang multitalent, dia penyiar radio, host juga, presenter televisi, seorang rapper, penulis juga, punya blog pribadi, marketer atas karya-karyanya sendiri, dan sudah punya album rap sendiri, bahkan dia pelopor Indonesia Unite: Kami Tidak Takut, yang mengecam aksi terorisme. Jadi tak heran kalau Nokia memilih dia sebagai salah seorang Seeder, yang dinilai Nokia konsisten menyuarakan aksinya untuk Indonesia yang lebih baik. Iweth sendiri adalah teman seprofesinya Pandji, bekerja pada radio yang sama dengan Pandji, seorang penyiar dan presenter televisi, namun aku belum menemukan kiprahnya seperti yang dilakukan Pandji.

Obrolan Pandji dan Iweth di atas, kebetulan aku dengar tadi pagi di Radio Hardrock FM. Iweth bercerita kembali tentang obrolan tersebut pada Rene Suhardono seorang CareerCoach, speaker, trainer penulis, penikmat makanan, dan sejarah, serta punya 4 orang anak. Pandji telah menemukan passion-nya dalam bekerja, ia bekerja menurut apa yang ia inginkan dan cintai.

Menurut Rene dalam wawancaranya di Perspektif Baru, "Jangan menyerah dalam mencari passion karena suatu saat itu akan muncul. Guna dapat menemukan passion bisa dimulai dengan hal dasar, seperti bertanya pada diri sendiri mengenai apa sih pekerjaan yang kalau dikerjakan membuat hati saya senang? Dalam hal ini saya merekomendasikan untuk kerjakan apa yang Anda cintai, cintai yang Anda kerjakan, kemudian tunjukkan siapa diri Anda.”


Passion adalah sesuatu yang mendorong kita untuk terus mencoba, tetap membuat kita bangun ketika harus begadang berhari-hari menyelesaikan deadline, dan yang akan membuat kita terus berada di bidang yang kita geluti sekarang dengan penuh kesenangan hati! Bukan dengan ngedumel terus.

Pertanyaan Pandji pada Iweth tadi seketika menghentak hati dan pikiranku. Pertanyaan itu sepertinya tak ditujukan pada Iweth, tapi pada diriku sendiri. Di usia hampir kepala empat ini apa yang sudah kubuat, karya apa yang sudah kuciptakan dan berguna bagi orang banyak. Sepanjang perjalanan menuju kantor aku terus berpikir, waktuku tak banyak, usia 60 tinggal dua puluh tahun lagi, dan itu akan berjalan dengan cepat, kalau tidak segera bertindak waktu 20 tahun itu akan sia-sia, dan aku harus berbuat sesuatu!

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More