Wednesday, November 2, 2011

TAK ADA MANUSIA YANG JAHAT

Sampai sekarang saya masih sangat yakin, manusia itu sebenarnya tak ada yang jahat. Mereka bisa hidup dengan segala kebaikannya. Hanya saja, setiap manusia memiliki pengalaman yang berbeda selama proses kehidupan mereka berlangsung. Pengalaman hidup itulah yang mampu menciptakan manusia itu bisa jadi baik, jahat, atau buruk.

Kalau dianalogikan, pengalaman itu dapat disebut sebagai sebuah irama yang memiliki nada rendah, sedang, maupun tinggi. Kemudian irama itu direkam dalam sebuh piringan cakram (compact disc) yang masih kosong. Adakalanya piringan cakram itu dapat dihapus, diisi ulang, bahkan ada juga yang sama sekali tak bisa dihilangkan atau dihapus kalau sudah terlanjur diisi. Tergantung jenisnya apa, apakah CD-R (cuma bisa direkam) atau CD-RW (yang bisa direkam dan dihapus). Baik-buruknya irama yang direkam dalam CD tergantung selera si perekam.

Demikian pula dengan manusia. Saat dilahirkan, manusia itu terlahir suci. Tak ada sebutir dosa pun yang melekat dalam diri seorang bayi. Seorang bayi bisa diibaratkan sebagai kaset kosong atau piringan cakram tadi. Sedang pendidikan bisa diibaratkan sebagai sebuah irama. Adapun 0rang tua si bayi dapat diibaratkan sebagai sang perekam. Kalau sang perekam menyimpan irama yang merdu maka akan merdu pula yang terdengar. Sebaliknya, bila yang disimpan irama yang sumbang maka akan sumbang pula irama yang terdengar.

Pada dasarnya tak ada manusia yang jahat. Kejahatan yang muncul dalam diri manusia lebih disebabkan karena faktor pendidikan yang salah. Orang tua bertanggung jawab sepenuhnya dalam pendidikan anak, terutama pendidikan moral, nilai-nilai positif dan kebaikan. Andai terdapat anak yang nakal hingga menjadi jahat tentu orang tualah yang patut dipersalahkan.

Jangan pernah menyalahkan lingkungan, apalagi kalau sampai menuding pergaulan sebagai pemicu kenakalan atau kejahatan dalam diri anak-anak mereka. Sungguh bodoh kalau ada yang menuding pergaulan sebagai biang kerok atau sebagai kambing hitamnya. Belajarlah berpikir menggunakan logika. Pergaulan itu terdiri dari berbagai individu, andai terdapat individu yang rusak dalam pergaulan tersebut maka akan berpengaruh terhadap individu lainnya. Demikian efek berantainya.

Namun, kita jangan lupa, individu-individu dalam pergaulan tersebut memiliki lingkungan keluarga sebagai habitatnya. Andai habitatnya tak baik maka tak baik pula individu yang hidup di dalamnya. Kecuali kalau individu tersebut menemukan habitat yang lebih baik lagi ketimbang habitat keluarganya, yang lebih punya perhatian terhadap dirinya. Kalau individu tersebut tak menemukan habitat yang baik sebagai pengganti habitat keluarganya yang rusak, maka bisa dipastikan dia akan rusak seterusnya, dan menebarkan bibit-bibit tak baik di sekitar maupun di luar lingkungannya. Itulah efek berantai dari suatu ketakbaikan.

Coba bayangkan, andai setiap keluarga mendidik dan melatih kedisiplinan anggotanya dengan baik sejak dini, tentu penyakit-penyakit sosial dalam masyarakat tak perlu ada. Seperti kata dokter saya, "Lebih baik mencegah daripada mengobati".

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More