Wednesday, July 24, 2013

PENGAMAT VS JOKOWI

Sebaik apa pun Jokowi, sang Gubernur Jakarta, tetap saja tak bebas kritikan dan hujatan, terutama dari lawan-lawan politiknya. Kalau dari lawan politiknya sih menurut saya wajar kritikan itu terlontar, selain dia bersikap oposisi terhadap Jokowi, dia juga harus mencari-cari segala kelemahan Jokowi, yang untungnya belum ketemu sampai sekarang hahahaha, kasian deh mereka. 


Kadang saya juga suka heran, mereka itu ngritik Jokowi demi kemajuan atau karena posisi mereka di mata masyarakat terancam, apalagi Jokowi lagi naik daun sebagai capres 2014 yang paling diinginkan masyarakat Indonesia (menurut survey). Kocaknya lagi, kritikan itu suka mengada-ngada, katanya blusukan Jokowi dibilang pencitraan, buang-buang duit, emang mereka gak lihat apa blusukan Jokowi itu tulus atau enggak, spontan atau gak, lebay atau gak. Ketimbang pasang iklan di tipi, sok-sokan egaliter di masyarakat, tapi lebaynya minta ampun, untuk apa.

Seperti kata pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu, biar bagaimanapun blusukan Jokowi menjangkiti hampir semua pejabat negeri ini, terutama yang ingin maju lagi jadi capres. Tiba-tiba saja mereka rajin blusukan ke daerah-daerah, merhatiin rakyat jelata dan orang-orang kampung yang selama ini tak terjamah oleh mereka. Tapi tetap saja kelihatan drama queen-nya, yang namanya sifat egaliter itu memang gak bisa kok dikelabui dari diri seseorang.

Yang lebih aneh lagi, beberapa waktu lalu saya baca di sebuah koran online, katanya dana atau anggaran blusukan Jokowi itu per harinya bisa sampai puluhan juta, dan sebulan bisa milyaran rupiah. Baca itu, saya cuma bisa bilang, "Goblok bener yang buat laporan itu". Dia gak tau memangnya kalau setiap pejabat tinggi di negeri ini punya anggaran operasional buat menunjang tugas-tugas mereka. 

Biar beritanya gak simpang siur Jokowi pun buat statement. Kata Jokowi, "Blusukan ga ada anggarannya, blusukan modalnya hanya jalan kaki aja, sudah. Masak pakai modal. Blusukan itu kan cuma jalan kaki. Ini fungsi dari management control." Menurut Jokowi lagi, alokasi anggaran Rp 26,6 miliar yang ramai diperbincangkan itu adalah dana operasional. Dana operasional itu digunakan untuk koordinasi keamanan, ketertiban sosial, dan operasional khusus. "Contohnya, misalnya ada kebakaran, tapi saya ga pernah pegang dana itu. Dan kalau memang dipakai, itu juga tidak habis, paling separuh juga tidak," ujar Jokowi. "Dana itu untuk tujuan khusus, seperti gesekan antarwarga, itu kan perlu dana yang cepat," imbuhnya. (sumber: Merdeka).

Kalau dibanding dengan gubernur sebelumnya, dana operasional tersebut mereka gunakan untuk apa ya? Apa pernah diaudit atau apa ada yang pernah meributkan. Selama ini sih belum ada kabar yang berhembus, apa itu digunakan untuk rakyat, atau cuma dipakai buat maen golf, makan-makan di restoran mahal, atau buat pelesiran saja, siapa juga yang bisa menebak, toh mereka juga gak blusukan kayak Jokowi dan Ahok wakilnya.

Tapi yang buat miris, ada nih pendapat dari seorang pakar, profesor lagi, katanya Jakarta sejak dipimpin Jokowi malah makin gak bener, makin macet, titik banjir makin meluas, dan kinerja Jokowi berantakan. Pendapat ini yang buat saya terpingkal-pingkal seperti nonton lawakan Warkop atau Srimulat di atas panggung. 

Logika sang pakar seharusnya lebih canggih, Jokowi itu baru memimpin Jakarta, belum setahun, sedang permasalahan Jakarta mulai dari macet, banjir, dan masalah transportasi sudah ada sejak Jokowi belum jadi apa-apa. Bagaimana mungkin semua masalah Jakarta itu dibebankan ke Jokowi semua, ditumplek blek ke punggung dia semua, wuaneh itu rek. 

Tapi sutralah eh sudahlah, namanya juga orang bebas berpendapat, kebenaran itu mah cuma milik Tuhan, manusia cuma cari pembenaran. Saya menulis ini juga bukan pengen bela Jokowi atau pengen diangkat jadi temennya Jokowi, "Nei nei nei", kata saya. Dagelan politik di Indonesia ini makin lucu, selucu Mr. Bean ketika bertemu Ratu Inggris di Buckingham Palace, hihihi.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More