Tuesday, August 20, 2013

CAPRES-CAPRES PINGGIR JALAN

Biasanya, kalau menjelang pemilu, di jalan-jalan raya pasti selalu dipenuhi spanduk-spanduk hingga baliho para calon wakil rakyat dan calon presiden. Seperti di jalan raya yang biasa saya lalui sepanjang pergi dan pulang kantor dari Depok ke Ciawi. Ada baliho dua capres yang saya temukan. Tapi entah kenapa, baliho-baliho segede Gaban itu tak membuat saya tertarik, membacanya pun saya malas. Tanpa melirik pun saya sudah tahu apa isi baliho itu. Secara estetika tak ada indahnya pula baliho-baliho itu, malah foto close-up mereka merusak mata saya, silau dengan senyum palsu mereka. 

Sederetan gigi putih dari senyum mereka berasa taring yang siap menggigit dan menghisap darah saya hingga kering. Semua yang indah-indah pun jadi ketutupan baliho-baliho tadi. Gedung indah di baliknya pun tak bisa dinikmati. Gunung yang menjulang pun ikut-ikut ketutupan. Yang ada malah membuat saya jengkel, apalagi yang mereka jual kecap semua. 

Calon-calon presiden itu menganggap dirinya yang terbaik, terpuji, dan paling oke di antara yang lainnya. Pokoknya, merekalah kecap nomor 1. Mereka begitu percaya diri bakal dipilih rakyat. Lucunya, wajah kaku pun dipaksa lembut biar kelihatan manis dan klimis. Padahal, amit-amit deh. Sebenarnya, kalau saja mereka yang didamba rakyat, mereka tak perlu buang-buang uang untuk membuat baliho yang tak penting itu. Selain harganya mahal, tak ada efeknya juga bagi masyarakat yang melihatnya. Rekam jejak mereka di masa lalu sudah melekat dalam otak masyarakat, they know the candidates so well.

Dan entah benar atau tidak, dan cuma mengaku-ngaku saja, semuanya meng-klaim dekat dengan rakyat, bekerja untuk rakyat, dan berkorban demi rakyat. Janji pun diumbar dan diobral demi menarik simpati rakyat. Tapi, jangan harap janji itu akan dipenuhi bila mereka sudah sukses jadi orang nomor satu di negeri ini. Jangankan memenuhi janji-janjinya, mendekati rakyat pun ogah. Itulah mereka, saya menyebut mereka capres-capres pinggir jalan karena masih sebatas promo di pinggir jalan hehehe. 

Yang buat saya tertawa miris ketika melihat capres yang track record masa lalunya sudah ketahuan jeleknya. Dia begitu percaya diri menampilkan sisi terbaiknya, yang sudah jelas-jelas palsu semua. Wong ngurusin lumpur saja gak becus gimana mau ngurusin rakyat, impossible itu. Apalagi kalau mereka sudah menunjukkan sisi egaliternya di tengah rakyat yang kelihatan dipaksakan, pasti saya langsung tertawa terbahak-bahak. Bagi saya, sikap egaliter yang wajar itu cuma ditunjukkan oleh Soekarno, Bung Hatta, dan Jenderal Soedirman. 

Saya pun jadi malu sendiri melihat mereka. Sepanjang jalan yang saya lalui pasti menemukan baliho-baliho mereka, yang menurut saya benar-benar tak menarik. Apalagi baca slogan-slogan mereka yang benar-benar impossible. Mereka yakin benar kalau mereka jadi pemimpin bakal membuat Indonesia ini maju dan makmur, tapi mereka tak berani berjanji membuat Indonesia ini bebas korupsi. Apapun yang mereka tampilkan, bukannya membuat saya tertarik malah buat saya ingin mengeluarkan isi perut ini semua. Gak kebayang memang kalau mereka berhasil jadi presiden selanjutnya, Indonesia bakal semakin jauh dari kata 'Makmur'.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More